Minggu, 06 Juni 2010

PERISTIWA SEJARAH DAN PERANSERTA SIRA ARYA KUTHAWARINGIN BESERTA KETURUNANNYA

 

Dalam Naskah Babad Sira Arya Kuthawaringin-Kubontubuh yang telah disajikan pada postingan yang lalu dapat disimak peristiwa-peristiwa sejarah beserta pelaku-pelakunya. Sedangkan  Bagan Silsilah (Palelintih) yang merupakan lampiran dari Naskah Babad termaksud yaitu Palelintih Sira Arya Kuthawaringin, Palelintih Dinasti Kresna Kepakisan dan Palelintih Dinasti Warmadewa di Bali yang telah berturut-turut disajikan pula pada psotingan-postingan yang lalu diharapkan dapat memperjelas kaitan/hubungan keturunan dari silsilah para pelaku sejarah termaksud.

Supaya Pratisentana Sira Arya Kuthawaringin pada khususnya dan para peminat sejarah/babad pada umumnya, lebih mudah dapat menyimpulkan kronologi dari peristiwa-peristiwa sejarah termaksud dan peranserta Sira Arya Kuthawaringin beserta keturunannya dari generasi ke generasi, dibawah ini disajikan tabel yang terdiri dari 2 kolom. Dalam kolom pertama disajikan “Periode Pemerintahan/Yang Memerintah”. Sedangkan dalam kolom yang kedua disajikan “Peristiwa-Peristiwa Penting dan Peranserta Sira Arya Kuthawaringin Beserta Keturunannya.” Uraian kronologis peristiwa-peristiwa termaksud diawali dari peristiwa sejarah yang dikenal dengan nama : ekspedisi Gajah Mada ke Bali. Kemudian dilanjutkan ke zaman kerajaan Samprangan sampai dengan zaman kerajaan Gelgel, seperti tersurat dan tersirat dalam Babad Sira Arya Kuthawaringin-Kubontubuh dan dokumen-dokumen lainnya yang terkait. Oleh karena itu apa yang disajikan dalam tabel dibawah ini pada hakekatnya merupakan ringkasan dan cuplikan dari dokumen-dokumen seperti dimaksud diatas.

PERIODE PEMERINTAHAN/YANG MEMERINTAH

PERISTIWA-PERISTIWA PENTING DAN PERANSERTA SIRA ARYA KUTHAWARINGIN BESERTA KETURUNANNYA

1

1324 - 1343 :

Sri Astasura Ratna Bhumi Banten = Sri Tapaulung = Gajah Waktera di Bedahulu, dengan Patih Ki Pasung Gerigis.

2

 

Tahun 1343 : Ekspedisi Gajah Mada bersama 7 Arya ke Bali dengan mengendarai perahu.

· Gajah Mada mendarat di Toyanyar (Tianyar).

· Arya Kenceng, Arya Belog, Arya Pengalasan, dan Arya Kanuruhan mendarat di Kutha.

· Arya Kuthawaringin bersama Arya Damar dan Arya Sentong, mendarat di Ularan, dan Arya Kuthawaringin menaklukkan (membunuh) Ki Buah di Batur.

· Bali takluk di bawah Kerajaan Majapahit.

1343 - 1352 :

Bali dibagi atas 15 wilayah, masing-masing dibawah pengawasan seorang Arya atas nama Kerajaan Majapahit.

 

Setelah Bali ditaklukkan, Maha Patih Gajah Mada sebelum pulang kembali ke Majapahit, mengatur penugasan 15 Arya sebagai penguasa wilayah di Bali atas nama Kerajaan Majapahit. Penugasan tersebut adalah sbb :

1. Arya Kuthawaringin dikukuhkan sebagai Penguasa Wilayah (Amanca Agung), Wilayah Tenggara Bali berkedudukan di Gelgel dengan rakyat 5.000 orang. Wilayah Kemancaan Agung itu meliputi : Gelgel, Kamasan, Tojan hingga pantai Klotok, Dukuh Nyuhaya, Kacangpaos (Kacangdawa), Siku sampai Klungkung. Beberapa lama setelah menjabat Amanca Agung, Sira Arya Kuthawaringin membangun istana kepatihan di Gelgel. Diselatan desa Gelgel beliau juga mendirikan tempat pemujaan yang pada zaman itu disebut Kahyangan Dalem Desa yang juga disebut Dalem Jagat dan kemudian lumrah dikenal sebagai Dalem Suci. Di palinggih Gedong Bata pada Kahyangan Dalem Suci yang merupakan tempat pemujaan bagi Sang Amanca Agung itu beliau mensthanakan/memuja Sang Hyang Parama Wisesa dalam prabawanya sebagai Sang Hyang Amurwabhumi. Kahyangan Dalem Suci ini merupakan cikal-bakalnya pura yang kemudian akhirnya dikenal dengan nama Pura Dalem Tugu.

2. Arya Kenceng di Tabanan.

3. Arya Belog di Kaba-kaba.

4. Arya Delancang di Kapal.

5. Arya Belentong di Pacung.

6. Arya Sentong di Carangsari.

7. Arya Kanuruhan di Tangkas.

8. Keriyan Punta di Mambal.

9. Keriyan Jerudeh di Tamukti.

10. Keriyan Tumenggung di Patemon.

11. Arya Demung Wangbang keturunan Kadiri di Kretelangu (Badung).

12. Arya Sura Wangbang keturunan Lasem di Sukahet.

13. Arya Wangbang keturunan Mataram boleh memilih tempat di mana saja.

1

2

 

14. Arya Mekel Cengkerong di Jaranbana.

15. Arya Pemacekan di Bondalem.

1352 -1380 :

Dalem Ketut Kresna Kepakisan di Samprangan.

 

Pemerintahan Dalem Ketut Kresna Kepakisan dibantu oleh :

· Arya Kepakisan sebagai Patih Agung.

· Arya Kanuruhan sebagai Penyarikan (Sekretaris).

· Arya Kuthawaringin disamping sebagai Amanca Agung di Gelgel juga

1380 :

Dalem Samprangan (Dalem Ile) di Samprangan.

merangkap sebagai Adhi Patih, Menteri/Pejabat Tinggi Pembantu Terdepan Dalem dan berkedudukan pula sebagai Tumenggung.

Arya Kuthawaringin menurunkan 4 orang putera, yaitu Kyayi Gusti Agung Bandhesa Gelgel, Kyayi Gusti Parembu, Kyayi Gusti Candi dan I Gusti Ayu Waringin (diperistri oleh Dalem Ketut Kresna Kepakisan, melahirkan anak laki tunggal : Ida I Dewa Tegalbesung).

Arya Kuthawaringin lanjut usia, jabatannya diganti oleh putera sulungnya yang bergelar I Gusti Agung Bandhesa Gelgel dengan jabatan Patih Utama.

Arya Kuthawaringin wafat, I Gusti Agung Bandhesa Gelgel bersama seluruh saudara dan sanak keluarganya menyelenggarakan upacara Palebon lanjut dengan Baligia dan Atmapratista-nya. Roh Sucinya disthanakan di palinggih babaturan sebagai Padharman Sira Arya Kuthawaringin di Kahyangan Dalem Suci tersebut diatas.

 

· Dalem Ketut Kresna Kepakisan wafat, diganti oleh Dalem Ile.

· Dalem Ile lalai mengurus negara (kerajaan).

· Untuk merealisir kaulnya, Dalem Tarukan memerintahkan untuk mencuri Sri Dewi Muter (putri Dalem Ile) untuk dinikahkan dengan Kudha Penandang Kajar (putra Raja Brambangan dari istri penawing, yang dianggap anak oleh Dalem Taruk), namun akhirnya mempelai meninggal akibat tertikam oleh keris Sitandalalang yang datang sendiri ke tempat peraduan penganten.

· Dalem Ile marah dan memerintahkan untuk menghancurkan Puri Tarukan, namun Dalem Tarukan telah pergi meninggalkan purinya.

· Kyayi Parembu dua kali diperintahkan untuk mengejar Dalem Tarukan. Pertama dilakukan dengan mengerahkan 200 prajurit, tetapi tidak berhasil. Beberapa tahun kemudian dilakukan pengejaran kedua dengan

 

mengerahkan 40 prajurit terpilih, juga tidak berhasil. Karena malu kembali ke Gelgel/Samprangan, maka beliau bermukim di Bubung Tegeh bersama 20 prajuritnya, sedangkan 20 prajurit lainnya diperintahkan kembali ke Gelgel untuk melaporkan keberadaannya di Bubung Tegeh kepada kakaknya yaityu Kyayi Gusti Agung Bandhesa Gelgel.

· Kyayi Gusti Agung Bandhesa Gelgel yang sejak Dalem sebelumnya sudah menjabat Patih Utama, kecewa dengan sikap Dalem Ile mengurus negara. Lalu beliau melakukan samadhi (ndwewasraya) di Kahyangan Dalem Suci tempat pemujaan beliau. Tiba-tiba mendengar sabda angkasa yang menyuruh beliau menghadap Ida I Dewa Ketut Ngulesir. Oleh karena itu beliau mengundang para menteri/pejabat kerajaan/bahudanda/ pemuka masyarakat yang sehaluan, lalu bermusyawarah di Kahyangan Dalem Suci, dimana sebelumnya beliau bersamadhi. Permusyawaratan secara aklamasi mendukung langkah yang akan diambil sesuai dengan sabda angkasa itu, lalu disana mereka berikrar (madewasaksi), setelah itu berangkat menuju desa Pandak, karena setelah diselidiki diketahui Ida I Dewa Ketut Ngulesir berada disana.

 

· Dialog di desa Pandak : Kyayi Gusti Agung Bandhesa Gelgel mohon kesediaan Ida I Dewa Ketut Ngulesir untuk menjadi raja menggantikan Dalem Ile seraya mempersilahkan beliau mengambil Istana Kepatihan di Gelgel yang merupakan rumah kediamannya untuk dijadikan Istana Dalem. Akhirnya beliau tidak kuasa untuk menolak, lalu bersama-sama meninggalkan desa Pandak menuju Gelgel.

1383 - 1460 :

Dalem Ketut Ngulesir

(Dalem Ketut Semara

Kepakisan) di Gelgel.

 

· Ida I Dewa Ketut Ngulesir dinobatkan pada tahun Saka 1305 (1383 M.) dengan gelar Dalem Ketut Smara Kepakisan, berkedudukan di Gelgel yang kemudian bernama Swechalinggarsapura.

· I Gusti Agung Bandhesa Gelgel, Patih Utama, menyerahkan purinya (Istana Kepatihan) kepada Dalem Ketut Smara Kepakisan untuk dijadikan Istana Dalem di Gelgel, kemudian beliau pindah/membangun Istana Kepatihan yang baru lengkap dengan Pamrajannya yang berlokasi di sebelah selatan Istana Kepatihan terdahulu yang sudah menjadi Istana Dalem atau di sebelah utara Kahyangan Dalem Suci tempat pemujaan beliau, yaitu di tegalan Abyan Kawan yang ditanami pohon kelapa. Sejak itu lalu beliau juga bergelar Kyayi (I Gusti) Kubontubuh atau Kyayi (I Gusti) Klapodhyana.

· Pamrajan dari Istana Kepatihan yang baru ini diyakini merupakan Mrajan yang diwariskan kepada pratisentananya hingga sekarang yang sesuai Ketetapan Pesamuan Pusat Khusus Pratisentana Sira Arya Kubontubuh Propinsi Bali No. I/PPK-PSAK/2004 tanggal 25 Januari 2004 disebut Pura Mrajan Kawitan Pratisentana Sira Arya Kubontubuh.

· Atas keinginan/restu Dalem Ketut Smara Kepakisan dan didukung oleh para arya, dibangunlah palinggih Tugu sebagai sthana Sang Hyang Tugu (Sang Hyang Ghanapati), sebagai saksi dunia. Tugu tersebut dibangun di sebelah utara palinggih Meru Tupang Tiga di Kahyangan Dalem Suci dimana sebelumnya dilakukan ikrar (madewasaksi) atas kemufakatan untuk menjemput Ida I Dewa Ketut Ngulesir ke desa Pandak. Setelah dibangunnya palinggih Tugu tersebut Kahyangan Dalem Suci itu hingga kini lebih dikenal dengan nama Pura Dalem Tugu.

· Kiyai Klapodyana pernah berselisih dengan Pangeran Nyuh Aya, karena putrinya (I Gusti Ayu Adi) dikawini oleh Kyayi Klapodyana. Kaum bangsawan dan Warga Pasek memihak Kyayi Klapodyana, dan perselisihan berhasil didamaikan oleh Dalem setelah membaca Candri Sawalan (dua keping perunggu bertuliskan huruf Majapahit).

· Atas perintah Dalem Ketut Semara Kepakisan, Kyayi Klapodhyana ke Brambangan untuk membunuh macan selem (harimau hitam) yang menggangu disana dengan senjata tulup “Ki Macan Guguh” memakai peluru “Batur Gumi”.

· Dalem Ketut Smara Kepakisan mengingatkan dengan sangat agar Kyayi Gusti Klapodhyana memugar dan mangupapira Pura Dalem Tugu dengan segala upacara sebagaimana mestinya. Pada saat pemugaran itu, Kyayi Gusti Klapodyana memugar palinggih yang semula masih berbentuk babaturan menjadi Meru tumpang Tiga yang dibangun di sebelah utara palinggih Gedong Bata, di sebelah selatan palinggih Tugu.

· Kyayi Klapodyana mendapat anugrah Aji Purana dan ditugasi untuk memelihara (ngempon) serta menghaturkan Pujawali di Pura Tugu.

· Kyayi Klapodhyana menyuruh Kyayi Nyuh Aya nyungusung Aji Purana tersebut serta menyimpan di pamerajan rumahnya.

· Kyayi Klapodyana berpesan kepada Kyayi Nyuh Aya dan semua keluarganya sbb : (1) setiap pujawali di Pura Tugu, Aji Purana agar diiring (tuwur) ke Pura Tugu, dan bila Pujawali telah berakhir agar kembali disimpan di Nyuh Aya; (2) dilarang mengingkari perjanjian, dan bila salah satu tidak menepati janji, maka seketurunan keluarga masing-masing akan dikutuk oleh Bathara Brahma dan tidak memperoleh keselamatan.

 

· Setelah gagal upaya damai dan penyerangan ke-1 yang berturut-turut telah dilakukan untuk membawa putera-putera Dalem Tarukan menghadap Dalem di Gelgel, Dalem Ketut Smara Kepakisan menugaskan I Gusti Kubontubuh memimpin laskar Gelgel menyerang desa-desa tempat putera-putera Dalem Tarukan bermukim, perang seru terjadi, akhirnya putera-putera Dalem Tarukan menyerah dan tunduk kepada titah Dalem untuk menghadap Dalem di Gelgel.

· Sejak saat itu Kyayi Parembu, yang bermukim di desa Bubungtegeh yang termasuk salah satu dari desa-desa dimana putera-putera Dalem Tarukan bermukim, pada saat-saat tertentu pulang kembali ke Gelgel, ikut bersama-sama sanak keluarganya di Gelgel memelihara dan menyelenggarakan upacara keagamaan sebagaimana mestinya di Kahyangan tempat pemujaannya dahulu yaitu Pura Dalem Tugu.

1460 - 1550 :

Dalem Watu Ra Enggong, di Gelgel.

 

Para pejabat yang membantu adalah sbb :

· Kyayi Batan Jeruk sebagai Perdana Menteri terkemuka.

· Kyayi Pinatih sebagai Patih.

· Kyayi Brangsingha sebagai sekretaris.

 

· Kyayi Klapodyana karena sudah lanjut usia, maka digantikan oleh putranya yang bernama Kyayi Lurah Abian Tubuh dan menjabat sebagai patih, sedangkan adiknya Kyayi Lurah Karang Abiyan menjabat sebagai Bandhesa berpangkat Demung.

· Kyayi Lurah Abian Tubuh wafat digantikan oleh putra satu-satunya bernama Kyayi Lurah Kubon Kelapa dengan jabatan Adhi Patih. Atas desakan Kyayi Poh Tegeh, Kyayi Lurah Kubon Kelapa memanggil Kyayi Tabehan Waringin (cucu Kyayi Parembu) yang menetap di Bubung Tegeh untuk mengadakan pertemuan kekeluargaan. Dalam pertemuan tersebut Kyayi Tabehan Waringin al. mempermaklumkan bahwa ayahandanya Kiyayi Wayahan Kuthawaringin telah membangun Parhyangan di Waringin sebagai tempat pemujaan leluhur.

· Kyayi Wayahan Parembu putra sulung dari Kyayi Tabehan Waringin memperbaiki Pura Waringin tersebut.

· Dalem Watu Ra Enggong sebelum moksa telah memberikan panugrahan kepada para Arya tentang tata cara pengabenan.

1550 - 1580 :

Dalem Pemayun Bekung, di Gelgel.

 

· Kyayi Lurah Kubon Tubuh menjadi Patih Utama menggantikan ayahandanya yang sudah lanjut usia.

· Kyayi Batan Jeruk bersama I Dewa Anggungan memberontak, dibantu oleh Kriyan Pande dan Kriyan Toh Jiwa pada tahun 1556, sehingga Dalem Pemayun Bekung dan adiknya (Ida I Dewa Anom Dimade Sagening) ditahan di dalam Keraton Gelgel.

· Kyayi Kubon Kelapa dan Kyayi Lurah Kubon Tubuh (putranya) sebagai pelopor pembebasan Dalem Pemayun Bekung dan adiknya (Ida I Dewa Anom Dimade Sagening), dengan jalan menjebol tembok keraton melalui rumah Keriyan Penulisan, untuk selanjutnya dibawa ke rumah Keriyan Lurah Kubon Tubuh di Pekandelan, dibantu oleh Kriyan Dauh Nginte, Keriyan Pinatih, Keriyan Anglurah Tabanan, Keriyan Tegeh Kori, Kriyan Kabakaba, Kriyan Buringkit, Kriyan Pering, Kriyan Cagahan, Kriyan Sukahet, dan Kriyan Brangsinga.

· Kyayi Batan Jeruk akhirnya kalah dikejar oleh para prajurit dan rakyat yang dipimpin oleh Kriyan Nginte dan Kyayi Lurah Kubon Tubuh dan dibunuh di Bungaya.

 

 

 

· I Dewa Anggunan menyerah dan kastanya diturunkan menjadi Sang Anggunan.

· Kriyan Pande menyerah, sedangkan Kriyan Toh Jiwa dibunuh oleh Kriyan Nginte.

· Dalem Pemayun Bekung tetap menjadi raja dan Kriyan Nginte menggantikan jabatan Kyayi Batan Jeruk sebagai Patih.

· Kriyan Pande memberontak terhadap Dalem Pemayun Bekung, akibat Dalem Pemayun Bekung lalai dalam memegang pemerintahan dan karena pemerintahan dikuasakan kepada Kriyan Nginte bersama-sama Kriyan Pinatih dan Kyayi Lurah Kobon Tubuh beserta Menteri-Menteri seluruhnya, sedangkan Ida I Dewa Anom Dimade diangkat sebagai Raja Muda.

1580 - 1665 :

Dalem Anom Dimade Sagening, di Gelgel.

 

· Putra Kriyan Nginte yang bernama Kriyan Agung Widya menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Pemuka Tanda Manteri, sedangkan adiknya Kriyan Kaler Pranawa menjabat sebagai Demung.

· Kyayi Lurah Abiyan Tubuh dan Kyayi Lurah Madya Karang, keduanya menjabat Patih Muda menggantikan ayahnya Kyayi Lurah Kubon Tubuh yang sudah lanjut usia.

1665 :

Dalem Anom Pemayun, di Gelgel.

 

· Kyayi Lurah Madya Karang diangkat menjadi Maha Patih dan Kyayi Lurah Abiyan Tubuh diangkat sebagai Patih Utama.

· Pejabat lainnya adalah : Kriyan Tangkas sebagai Patih Muda dan Kriyan Brangsinga sebagai Sekretaris.

· Semua Catur Tanda Manteri dan seluruh Pasek Bandhesa dikembalikan kepada tugasnya semula. Akibat banyak orang yang kehilangan jabatan timbullah keresahan.

· Beberapa bulan setelah Dalem Anom Pemayun bertahta, Kriyan Agung Maruti atas persetujuan adiknya Dalem (Ida I Dewa Dimade), memberontak kepada Dalem, yang dikenal dengan pemberontakan Maruti Ke-I.

1665 :

Dalem Anom Pemayun, di Purasi, kemudian pindah ke Tambega.Dari Purasi beliau memerintah Kerajaan Singharsa yang wilayahnya meliputi :

-Timur : Tukad Telagawaja.

- Utara : Ponjok Batu.

 

1. Kriyan Madya Karang beserta putra-putranya semua, Kriyan Tangkas beserta keturunannya, dan Kriyan Brangsinga menjadi pelopor, pembela/pengawal perjalanan Dalem Anom Pemayun ke Purasi.

2. Penugasan Dalem Anom Pemayun setelah berkedudukan di Purasi adalah sbb :

· Kyayi Madya Karang tetap sebagai Kepala Para Menteri, dengan tugas :

- Memikirkan pemerintahan Singharsa.

- Menugaskan seluruh Pasek, Bendhesa untuk memimpin di desa-desa

- Para Arya yang ikut akan diberi jabatan.

· Menugaskan putra-putra Kyayi Madya Karang untuk mengatasi keamanan di desa-desa sbb :

- I Gusti Wayan Tubuh di Bugbug.

- I Gusti Gede Tubuh di Tulamben.

- I Gusti Wayan Karang di Tianyar.

- I Gusti Made Karang di Purasi.

- I Gusti Abiyan Tubuh di Sengkidu.

· Kyayi Madya Karang bersama putranya I Gusti Made Karang, mengikuti Dalem Anom Pemayun pindah dari Purasi ke Tambega.

· Kyai Madya Karang lebih dahulu wafat dari Dalem Anom Pemayun dan dipelebon oleh putra-putranya yang dipimpin oleh I Gusti Gede Tubuh yang berkuasa di Tulamben.

1

2

1665 - 1686 :

a. Dalem Dimade,

di Gelgel.

 

· Setelah Dalem Anom Pemayun pindah ke Purasi, Sri Agung Dimade (Ida I Dewa Dimade) bertahta dengan gelar Dalem Dimade. Kriyan Agung Maruti diangkat sebagai Patih.

· Tidak diceritakan dimana Kyayi Lurah Abiyan Tubuh yang menjadi Patih Utama dalam pemerintahan Dalem Anom Pemayun, sedangkan beliau tidak termasuk yang mengikuti Dalem Anom Pemayun pindah ke Purasi.

· Putra-putra dari Kyayi Lurah Abian Tubuh tidak memperoleh jabatan/kewibawaan sebab dianggap musuh oleh Kriyan Agung Maruti yang menjabat sebagai Patih, bahkan putra-putranya bercerai berai ke desa-desa karena hendak dibunuh oleh Kriyan Agung Maruti.

· Setelah lama, Dalem Dimade sadar bahwa tidak boleh berpisah dengan keturunan Kyayi Kubon Tubuh, mengingat kesetiaannya sejak leluhurnya di zaman bahari, sehingga dikirimlah utusan untuk mencari putra-putra Kyayi Lurah Abiyan Tubuh yang akhirnya diketemukan dan diberi jabatan sebagai berikut :

- Kyayi Lurah Kubon Tubuh alias Ki Jumbuh, diangkat sebagai Demung di Pekandelan, Gelgel.

- Kyayi Tubuh Guntang Gurna, sebagai Demung di Pekandelan Klungkung.

- Kyayi Lurah Tubuh alias Ki Nyanyap, sebagai Bandhesa di Gelgel.

1686 :

b. Dalem Dimade,

menyingkir ke Desa

Guliang, Bangli.

 

· Kriyan Agung Maruti, akhirnya memberontak terhadap Dalem Dimade, dikenal dengan Pemberontakan Maruti II.

· Kyayi Madya Tubuh (putra II Kyayi Tubuh Guntang Gurna) dan Ki Nyanyap beserta putra-putranya yang masih kanak-kanak, ngiring Dalem Dimade ke Guliang.

· Dalem Dimade wafat di Guliang (1686).

1686 – 1704 :

c. Kriyan Agung Maruti, menjadi Raja di Gelgel.

 

· Kriyan Agung Maruti berhasil dalam pemberontakannya dan bertahta menjadi Raja berkedudukan di Gelgel. Dukuh Kretha diangkat menjadi Patih, dan Keadaan di Bali menjadi tidak stabil.

· Keturunan Kyayi Lurah Abiyan Tubuh lainnya menyebar ke seluruh Bali dan bermukim di beberapa tempat seperti : Gobleg, Tambahan, Pekandelan-Klungkung, Badung, Tabanan, Mengwi, Jemberana, Tamblang, Tuwakilang, Sibang, Tegaltamu, Abiansemal, Watubentar, Penarungan, Tengkulak, Sukawati, Tampaksiring, Kusamba, Pesaban, Antiga, Dawan, Bangli, Gianyar, Ubud, Karangasem, dan Kuramas.

· Sri Anom Dimade (putra Dalem Anom Pemayun di Tembega), atas perintah ayahnya bertahta di Siddhemaan sebagai Raja Kerajaan Singharsa, kemudian mengorganisir penyerbuan terhadap Kriyan Agung Maruti, tetapi gagal.

· Atas nasehat Pedanda Wayahan Burwan, Sri Anom Dimade mengirim utusan kepada sepupunya (putra Dalem Dimade) di Guliang untuk bersama-sama mengusahakan kembali penyerbuan terhadap Kriyan Agung Maruti di Gelgel. Penyerbuan belum terlaksana karena Sri Anom Dimade wafat terlebih dahulu pada tahun 1694.

· I Gusti Made Karang (putera Kyayi Madya Karang), yang berada di Tembega bersama Dalem Anom Pemayun, bersama-sama Kriyan Tangkas Bias dan Brangsingha membawa pasukan dan Pajenengan Ki Begawan Canggu melewati Bukit Penyu untuk memperkuat pasukan Sri Anom Dimade untuk menyerang Kriyan Agung Maruti di Gelgel. Benteng pertahanan dibangun di Desa Tohjiwa. Penyerbuan gagal karena banjir sasih kapitu-kaulu. I Gusti Made Karang dan pasukannya diperintahkan untuk mempertahankan daerah perbatasan dan bermukim di Desa Lebu.

 

· I Gusti Gede Tubuh yang berkuasa di Tulamben berputera tiga orang laki-laki, yang sulung Kyayi Karang Tubuh, kemudian pindah menuju desa Kubutambahan, menetap disana mengadakan keturunan. Putera yang kedua Kyayi Kubontubuh Culik, beliau juga bernama Kyayi Kubontubuh Tawing karena ibunya dari keluarga Ki Passek Tawing Culik, beliau menggantikan ayahandanya di Tulamben. Putera yang ketiga Kyayi Tubuh Tulamben, pindah menuju desa Ababi, menetap disana.

· Kyayi Kubontubuh Culik (Kyayi Kubontubuh Tawing) berputera lima orang, yaitu berurut dari yang sulung sampai yang bungsu : 1.Kyayi Kubontubuh, 2.Kyayi Gede Bendesa Tubuh, 3.Kyayi Nyoman Tubuh, 4.Kyayi Gede Tubuh Tawing dan 5.Kyayi Tubuh Sibetan. Kelima orang putera Kyayi Kubontubuh Culik tersebut akhirnya terpencar mencari tempat tinggal, setelah terjadi peristiwa kekacauan di Tulamben pada tahun Saka 1617 atau 1695 M., yaitu yang tertua Kyayi Kubontubuh ke desa Pesangkan, Kyayi Gede Bendesa Tubuh ke desa Datah, Kyayi Nyoman Tubuh ke desa Sibetan, Kyayi Gede Tubuh Tawing ke desa Ngis-Tista dan Kyayi Tubuh Sibetan ke desa Kikiyan Rajagiri Abang.

· Peristiwa kekacauan di Tulamben merupakan peristiwa perampokan. Pelakunya adalah sisa-sisa laskar Kerajaan Goa pada peristiwa Tulammben kepertama (1676M.) dan sisa-sisa laskar Kerajaan Bone pada peristiwa Tulamben kedua (1695M.). Sisa-sisa laskar tersebut mengembara di laut karena dikejar-kejar oleh pasukan KOOMPENI setelah kerajaan-kerajaan itu ditaklukkan oleh Belanda. Pada saat itu kebetulan Persekutuan Dagang Bangsa Inggris sedang berselisih dengan Persekutuan Dagang Balanda (VOC), sehingga perampok-perampok musuh Belanda itu berhasil mendapatkan bantuan berupa senjata api dari Persekutuan Dagang Bangsa Inggris. Dengan demikian mudah dipahami bahwa pada kedua peristiwa perampokan termaksud terjadilah pertempuran dengan persenjataan yang tidak seimbang. Penduduk desa Tulamben dibawah pimpinan Kyayi Kubontubuh Culik dengan senjata tradisional berhadapan dengan perampok yang bersenjata api, sehingga kekalahan tidak bisa dihindari. Kedua peristiwa perampokan desa Tulamben tersebut dapat terjadi, juga akibat kondisi Kerajaan Gelgel pada periode itu tidak memiliki cukup kemampuan untuk melindungi seluruh wilayahnya terhadap gangguan baik dari dalam maupun dari luar.

· Sri Agung Gede Jambe (putra bungsu Dalem Dimade) di Guliang, datang ke Siddhemaan, berunding dengan Sri Agung Gede Ngurah (putra Sri Anom Dimade), Pedanda Wayan Burwan, Kyayi Jambe Pule, dan Kyayi Panji Sakti, dan memutuskan untuk mengadakan penyerbuan kembali ke Gelgel pada tahun 1704.

· Kriyan Agung Maruti akhirnya kalah, dan lari dari Gelgel ke Jimbaran dan kemudian ke Kuramas.

· Atas perintah Sri Agung Gede Jambe, Kyayi Lurah Tubuh alias Ki Nyapnyap mengejar Kriyan Agung Maruti ke Jimbaran dan Kuramas. Akhirnya Sri Agung Gede Jambe mengampuni Kriyan Agung Maruti dan diijinkan menetap di Kuramas. Demikian pula Ki Nyapnyap beserta anak istrinya diperintahkan menetap di Kuramas untuk mengawasi pikiran dan perbuatan Kriyan Agung Maruti.

1704 :

Sri Agung Gede Jambe, di Semarajaya.

 

· Sri Agung Gede Jambe menjadi Raja abhiseka Ida Idewa Agung Jambe pada tahun 1710 dengan berkedudukan di Semarajaya, Klungkung.

· Selanjutnya Zaman Kerajaan Klungkung

Demikianlah ringkasan dan cuplikan dari dokumen-dokumen termaksud, semoga dapat mempermudah pemahaman peristiwa-peristiwa sejarah beserta para pelakunya, terutama bagi Pratisentana Sira Arya Kuthawaringin pada khususnya dan para peminat sejarah/babad pada umumnya.

Terima kasih atas kunjungan anda ke BLOG yang saya asuh, komentar dan saran-saran dari anda sangat diharapkan. Sampai ketemu pada postingan berikut. Kalau tidak ada halangan dalam postingan berikut saya bermaksud akan menyajikan uraian yang menjawab pertanyaan :”Mengapa Pratisentana Sira Arya Kubontubuh-Kuthawaringin memakai Petulangan Macan Selem ketika melaksanakan upacara pengabenan.”

Denpasar, Juni 6, 2010.

Technorati Tags: