Sabtu, 29 Januari 2011

Peta Denah Palinggih dan Bangunan di Pura Dalem Tugu, Gelgel, Klungkung (Sesuai Raja Purana).

clip_image002

Keterangan Peta :

I. J e r o a n

1.Padma Agung (Sanggar Agung Kembar)

2.Tugu (Linggih Sang Hyang Tugu)

3.Meru Tumpang Tiga (Padharman sang wus humoring Hyang

   Sirarya Kuthawaringin)

4.Gedong Bata (Pajenengan Kawitan)

5.Bale Pengaruman (Pesamuhan)

6.Saptapatala

7.Ngrurah Agung

8.Piyasan

9.Limascari

10.Limascatu

11.Manjangan Saluwang (Maspahit)

12.Panyimpenan (tegeh)

13.Tigaron

14.Panggungan

15.Bale Pamujaan

II. Jaba Tengah

1.Bale Kulkul

2.Taman/Beji

3.Apit Lawang

4.Bale Lantang

5.Bale Sakanem (serbaguna)

III. Jaba Sisi

1.Wantilan

2.Pangijeng Karang

3.Lebuh

(Sumber : Babad Sira Arya Kuthawaringin-Kubontubuh, Edisi II-2007, halaman 122-123).

IV.8 TERJEMAHAN DALAM BAHASA INDONESIA DARI TEKS RAJA PURANA PURA DALEM TUGU

GAGADHUHAN PURA DALEM TUGU
Ong Awignamastu
Ini sebuah gagadhuhan (catatan) tentang jajar bangunan/palinggih yang ada di Pura Dalem Tugu, yang telah disucikan dengan upacara yaitu anyapuh angenteg linggih, yang diwarisi sejak jaman dulu, tidak boleh ditambah dan atau dikurangi, sebab telah dipuja oleh para pendeta Siwa Budha dan Bhujangga, sebab kalau ditambah dan atau dikurangi jumlahnya, sangat berbahaya, akan berakibat tidak selamat, selalu bertengkar dengan keluarga, banyak pekerjaan tanpa hasil. Demikian juga upacara aci-acinya jangan sengaja mengurangi, jangan sampai tidak ada aci-aci yang seharusnya diselenggarakan, dalam ukuran nista, madya, utama, mengikuti kebiasaan terdahulu sesuai dengan sastra agama.

Rabu, 19 Januari 2011

IV.7 TERJEMAHAN DALAM BAHASA INDONESIA DARI TEKS RAJA PURANA PURA DALEM TUGU

Setelah lama waktu berlalu, tidak diketahui waktunya yang pasti, beliau Kyayi Agung Bandhesa Gelgel Kubontubuh yang dikenal juga bernama Kyayi Klapodhyana, diuji kesetiaannya, keperwiraannya serta ketangkasannya, oleh Sri Smara Kepakisan, untuk melawan (membunuh) macan hitam di daerah Blangbangan atas permintaan raja di sana, karena macan itu tiada hentinya membuat keonaran negeri itu. Setelah mendengar perintah raja, bangkitlah keberaniannya, karena beliau memang mumpuni dan beliau selalu setia dan bijaksana. Dengan sopan dan santun beliau menyatakan tidak menolak perintah Dalem sungguh-sungguh niat beliau untuk mengabdi pada tuannya. Keesokan harinya dengan segera beliau berangkat menaiki perahu, diikuti oleh prajurit yang telah dipilih, beliau juga tidak lupa bersembahyang di Pura Dalem Tugu mohon anugrah kehadapan leluhur yang di“dharmma”kan (disthanakan) di sana. Beliau diberi senjata oleh Dalem, berupa tulup (sumpitan) yang tombaknya berbentuk biring agung, kemudian bernama Macan Guguh. Tidak diceritakan dalam perjalanan disebutkan beliau telah sampai di sebuah hutan tempat harimau itu. Dijumpainyalah harimau hitam itu mengendap-endap dibawah pohon yang besar. Dengan segera bersiap Kyayi Klapodhyana untuk memerangi harimau hitam besar itu, tidak gentar Kyayi Bandesa, akhirnya harimau itu lari. Saat itu Kyayi Klapodhyana memusatkan pikiran (hangregep), dihembuskan punglu batur bhumi (peluru sumpitan) disertai penunggalan pikiran mengucapkan mantra untuk membunuh musuh. Beliau membidik dengan sumpitan pemberian Dalem sekali kena tembus lambung harimau itu dan akhirnya mati tanpa perlawanan. Setelah harimau itu mati, Kyayi Klapodhyana dengan bala prajuritnya kembali ke Bali langsung menghadap Dalem di Gelgel, dengan mempersembahkan kulit macan itu sebagai tanda bukti keberhasilannya.

Kamis, 06 Januari 2011

IV.6 TERJEMAHAN DALAM BAHASA INDONESIA DARI TEKS RAJA PURANA PURA DALEM TUGU

Adapun Kyayi Gusti Agung Bandesa Gelgel, berpindah tempat tinggal membangun istana kepatihan yang baru di sebelah baratdaya istana beliau terdahulu, di sebidang tegalan (Abyan Kawan) yang ditanami pohon kelapa di sebelah utara Pura Dalem Jagat kahyangan tempat pemujaan beliau. Dalam waktu singkat selesai pembangunan istananya yang dibangun menurut tata aturan istana yang disebut Istana Kepatihan, beserta Pamrajan, tidak ada kekurangannya lengkap dengan tata upacara menurut widhi widhana untuk upacara sebuah kahyangan. Mulai saat itu Kyayi Gusti Agung Bandesa Gelgel diberi nama Kubontubuh atau Klapodhyana sehingga di masyarakat lebih dikenal dengan nama I Gusti Kubontubuh atau Kyayi Gusti Klapodhyana semenjak beliau pindah istana yang berlokasi di abian kawuhan (Abian Kawan). Kemudian atas restu Dalem Smara Kepakisan, dan didukung para arya semua dibangunlah “Tugu” sebagai sthana Sang Hyang Tugu, beliaulah Sang Hyang Ghanapati, sebagai saksi dunia ini, karena berhasil mendapat kesepakatan disertai “Dewasaksi” kesetiaan akan janji membela negeri bila ditimpa mara bahaya pada saat menjelang pengangkatan Ida I Dewa Ketut Ngulesir sebagai pelindung rakyat Bali yang bergelar Dalem Ketut Smara Kepakisan. Adapun Tugu itu dibangun di sebelah utara Gedong Bata, di Pura Dalem Jagat. Di Pura Dalem Jagat itu pula, tempat “Dhinarmma” roh suci almarhum Siraryya Kuthawaringin, yaitu di pura yang dibangun oleh almarhum dahulu. Oleh karena itu Dalem Ketut Smara Kepakisan menekankan (mengingatkan dengan sangat) supaya Kyayi Klapodhyana beserta saudaranya semua agar me- ngupapira Pura Dalem Jagat tersebut dengan segala upacaranya. Semenjak dibangunnya palinggih Tugu itulah yang menyebabkan Kahyangan Dalem Jagat itu disebut Pura Dalem Tugu untuk selanjutnya. Kemudian akhirnya dibangun pula sebuah meru tumpang tiga oleh Kyayi Klapodhyana, di sebelah utara Gedong Bata, di sebelah selatan Tugu, sebagai “Padharmman” Siraryya Kuthawaringin.