Ketentuan tentang sarana dan simbul-simbul yang dipakai dalam upacara pengabenan bagi warga Kubontubuh-Kuthawaringin bersumber dari panugerahan Dalem pada zaman kerajaan dahulu. Dalam Babad Arya Kuthawaringin-Kubontubuh, pada halaman Lontar 44a-44b-45a tercantum panugerahan untuk itu dari Dalem Ketut Semara Kepakisan, seperti kutipan dibawah ini :
- Panugerahan Dalem Ketut Semara Kepakisan kepada Kyayi Klapodhyana dan saudara-saudaranya semua keturunan Arya Kuthawaringin : “……..Dan pada waktu kematian, pada waktu ngaben, sebagai alat pengusungan jenazah boleh memakai dasar bade, bade tumpang pitu (7), taman punggel, kapasnya beraneka warna; yang utama 9 warna, madya tujuh warna, nista 5 warna; mauncal mapering sidapur, wesma silunglung, makajang (kemul), kalasa, tatak beha (alas pembakaran) papan 9 keping, balai-balai yang tinggi dengan 3 tangga (undag), peti pembakaran berbentuk harimau hitam, memakai tirtha pengentas, uttama 16.000, madya 8.000, nista 4.000, dan bila ada menegakkan kabujanggan (menjadi bujangga/pendeta) harus dengan upakara yang lengkap, menggunakan seperti yang dipergunakan oleh seorang pendeta, mapaterang, upadesa, jenazah dibungkus dengan daun pisang kaikik (sejenis pisang hutan), lengkap dengan upacaranya. Demikian isi anugerahku Dalem Cili Ketut, kepada kanda Puntha Klapodhyana dan turunan Arya Kuthawaringin, jangan tidak yakin yang menjadi wali negara terhadap anugerahku dan terhadap anak cucu Kyayi Klapoodhyana dan saudaranya semua, bila kamu tidak percaya dikenakan oleh kutuknya Bhatara Brahma, berkurang kesaktianmu, Moga-Moga”.
Contoh dari Bade Tumpang Pitu dan Petulangan Macan Selem adalah seperti foto-foto dibawah ini :
a. Bade Tumpang Pitu
|
b. Petulangan Macan Selem
|
Tampak Samping
Tampak Depan
Kepala ( Punggalan )
Demikianlah acuan historis yang bersumber dari Babad Arya Kuthawaringin-Kubontubuh beserta foto-foto contoh Bade Tumpang Pitu dan Petulangan Macan Selem seperti tercantum dalam Lampiran IV.C Babad Sira Arya Kuthawaringin-Kubontubuh halaman 99 s/d 103.
Jawaban dari pertanyaan : mengapa Dalem manganugerahkan Petulangan Macan Selem, ada dalam Babad Sira Arya Kuthawaringin-Kubontubuh halaman 22 s/d 25 seperti kutipan berikut :
“Tersebut suatu ceritera, pada suatu ketika, datang menghadap pada Dalem Ketut Semara Kepakisan di istana.Utusan dari raja Berangbangan, perlu bermohon agar dibantu, sebab timbul kerusuhan di kerajaan Berangbangan, hancur oleh keganasan si Harimau hitam. Setelah utusan itu memperoleh ijin untuk mengahadap, berkatalah utusan itu dengan sopan santun serta panganjali: Yang mulia paduka Sri Maharaja bagaikan penjelmaan Sanghyang Manobu, hamba diutus untuk menghadap oleh rakanda paduka Dalem, beliau Maharaja Berangbangan, memohon keikhlasan paduka Dalem, sudilah kiranya membantu beliau rakanda paduka Dalem. Karena rusaknya kerajaan Berambangan oleh si harimau hitam, bercokol dihutan Berambangan, luar biasa ganasnya, setiap orang yang datang ke sana disergap, diterkam dengan ujung kukunya, dimakannya, semua takut orang-orang Berambangan, tidak berani lewat ke sana. Setelah demikian atur utusan itu, segera bersabda Dalem Ketut Semara Kepakisan : Wahai kamu utusan, kembalilah kamu dengan segera, beritahukan kepada tuanmu, jangan beliau ragu-ragu/curiga, sekehendak beliau kukabulkan, hanya menunggu saat yang baik untuk berangkat, utusan itu lalu mohon diri. Itulah sebabnya Dalem bermaksud membuktikan ketangkasannya Kerian Patih Klapodhyana, seketika diperintahkan oleh Dalem di hadapan para menteri semua, titah Dalem : Wahai ......Kanda Patih Klapodhyana, kanda kuperintahkan pergi ke Berambangan, untuk membunuh harimau hitam itu, yang berada dalam hutan di Berambangan, ini kuhadiahkan sebilah sumpitan (= tulup), sebab benar-benar turunan Wisnu Wangsa, pasti mati harimau hitam itu oleh kanda, demikian titah Dalem tidak menolak beliau ( = Klapodhyana) diutus, taat pada perintah Dalem, gembira hatinya Kyayi Klapodhyana, dapat berkarya untuk Kerajaan, lalu mohon diri untuk berangkat, diiringkan oleh saudara-saudaranya serta rakyat serempak, tidak diceriterakan dalam perjalanan, sudah sampai mereka di Berambangan. Tersebutlah Kyayi Nyuhaya, mendengar ( = berita ) tentang keluarganya diadu, lalu ia mohon diri pada Dalem hendak menyusul perjalanannya Kyayi Klapodhyana, dikabulkan permohonanya, segera berangkat. Dikisahkan perjalanannya Kyayi Klapodhyana, banyaklah orang-orang Berambangan dijumpa, di sana Keriyan Patih Agung ( = Klapodhyana) menanyakan tempatnya si harimau hitam, menjawab mereka yang ditanya, : Ampun . . . tuan hamba, dekat tempatnya dibawah pohon kakacu. Di sana Keriyan Patih Klapodhyana dengan gagah perkasa menjelajah dalam hutan, banyak binatang yang dijumpa, semuanya lari, tidak berani berbuat ganas kepadanya ( = Klapodhyana ), semuanya seperti kalah dan takut, berlarian binatang - binatang itu. Jauh perginya di dalam hutan, tiba di bawah pohon kakacu, bertemu dengan si harimau hitam, amat keras mengaum mengintai hendak menerkam, tiba-tiba melompat harimau itu, diterkam Kriyan Patih ( = Klapodhyana), bergulat, bertarung pukul memukul, tetapi Kriyan Patih Klapodhyana tidak bercacat ( = luka), kemudian kembali harimau tersebut, ditampar hidungnya, lari dengan terengah-engah, dikejar oleh Kyayi Klapodhyana, dibidik dengan sumpitan pemberian Dalem, dibarengi dengan kesaktiannya ( = kekuatan batin ), lalu ditiup ( = disumpit ), dilepaskan peluru "BATUR GUMI", kena lambungnya, gemetar harimau itu, tidak berdaya, ditikam lehernya dengan sangkur sumpitan, remuk redam badan harimau itu direbut, rubuhlah si harimau terus mati. Disebutkan perjalanan Kyayi Nyuhaya, sudah tiba di dalam hutan, tidak berjumpa dengan keluarganya ( = Klapodhyana), karena lebih dulu, hanya terlihat olehnya jejak-jejak harimau ( = binatang ), itu diturutnya melanjutkan perjalanan. Setelah mati harimau itu oleh Kyayi Klapodhyana, datang / tiba Kyayi Nyuhaya, serta bertanya, : bagaimana dinda? Sudah mati harimau itu,? Sebab tampaknya seperti hidup. Yang ditanya ( = Klapodhyana ) menjawab, : ampun ..... kanda, sudah mati harimau itu oleh dinda. Payah sungguh kanda menyusul perjalanan dinda. Jangan berkata demikian, sebab perjalanan cepat dan kesusu. Sebab sudah berhasil tujuan itu, bagaimana maksud dinda, kiranya baik bila kembali ke Bali, persembahkan kepada Dalem. Setelah demikian berangkatlah mereka ke Bali, amat panjang bila diceriterakan tingkah lakunya di tengah perjalanan, segera tiba di Linggarsapura ( = Gelgel), masuk menghadap kepada Dalem, kebetulan banyak para tandha manteri menghadap, disana Dalem Ketut Semara Kepakisan menyapa Keriyan Patih Klapodhyana : Bagaimana perjalanan kanda, Patih Klapodhyana, dan Kanda Patih Nyuhaya, berhasilkah kanda dalam tugas? Sembah Kriyan Patih Klapodhyana : Ampun tuanku yang mulia, berhasil perjalanan hamba, telah mati si harimau hitam oleh hamba, inilah kulit si harimau hitam hamba persembahkan. Semua diutarakan hal ihwal pertempuran melawan harimau, dipermaklumkan kepada Dalem, oleh Kyayi Klapodhyana, amat suka cita Dalem, serta beliau memuji-muji, sebab tak berubah seperti sediakala mengabdikan dirinya kepada tugas. Teringatlah Dalem bahwa berhutang budhi, itulah sebabnya Dalem Ketut Semara Kepakisan menganugrahi Kyayi Klapodhyana, demikian isi karunianya : Inilah karuniaku Cili Ketut kepada kanda puntha Klapodhyana, dan seketurunan almarhum Arya Kuthawaringin ………………………….”
Dalam karunia Cili Ketut termaksud diatas itulah terselip panugerahan tentang Petulangan Macan Selem dan atribut/kelengkapan upacara pengabenan lainnya seperti tercantum dalam panugerahan Dalem Ketut Kresna Kepakisan yang telah disajikan diatas, pada awal dari artikel ini.
Demikianlah kisahnya, mengapa Dalem Ketut Kresna Kepakisan menganugerahkan pemakaian Petulangan Macan Selem kepada Kyayi Klapodhyana dan saudara-saudaranya semua keturunan Arya Kuthawaringin ketika menyelenggarakan upacara pengabenan.
Terima kasih atas kunjungan anda ke BLOG yang saya asuh. Komentar dan saran-saran anda sangat saya harapkan. Sampai ketemu pada postingan berikutnya. Kalau tidak ada halangan dalam postingan berikut, saya bermaksud akan menyajikan kronologi peristiwa-peristiwa sejarah yang melatar belakangi berdirinya pura-pura yang merupakan pusat penyungsungan Pratisentana Sira Arya Kuthawaringin.
Denpasar, 26 Juli 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar