Setelah lama waktu berlalu, tidak diketahui waktunya yang pasti, beliau Kyayi Agung Bandhesa Gelgel Kubontubuh yang dikenal juga bernama Kyayi Klapodhyana, diuji kesetiaannya, keperwiraannya serta ketangkasannya, oleh Sri Smara Kepakisan, untuk melawan (membunuh) macan hitam di daerah Blangbangan atas permintaan raja di sana, karena macan itu tiada hentinya membuat keonaran negeri itu. Setelah mendengar perintah raja, bangkitlah keberaniannya, karena beliau memang mumpuni dan beliau selalu setia dan bijaksana. Dengan sopan dan santun beliau menyatakan tidak menolak perintah Dalem sungguh-sungguh niat beliau untuk mengabdi pada tuannya. Keesokan harinya dengan segera beliau berangkat menaiki perahu, diikuti oleh prajurit yang telah dipilih, beliau juga tidak lupa bersembahyang di Pura Dalem Tugu mohon anugrah kehadapan leluhur yang di“dharmma”kan (disthanakan) di sana. Beliau diberi senjata oleh Dalem, berupa tulup (sumpitan) yang tombaknya berbentuk biring agung, kemudian bernama Macan Guguh. Tidak diceritakan dalam perjalanan disebutkan beliau telah sampai di sebuah hutan tempat harimau itu. Dijumpainyalah harimau hitam itu mengendap-endap dibawah pohon yang besar. Dengan segera bersiap Kyayi Klapodhyana untuk memerangi harimau hitam besar itu, tidak gentar Kyayi Bandesa, akhirnya harimau itu lari. Saat itu Kyayi Klapodhyana memusatkan pikiran (hangregep), dihembuskan punglu batur bhumi (peluru sumpitan) disertai penunggalan pikiran mengucapkan mantra untuk membunuh musuh. Beliau membidik dengan sumpitan pemberian Dalem sekali kena tembus lambung harimau itu dan akhirnya mati tanpa perlawanan. Setelah harimau itu mati, Kyayi Klapodhyana dengan bala prajuritnya kembali ke Bali langsung menghadap Dalem di Gelgel, dengan mempersembahkan kulit macan itu sebagai tanda bukti keberhasilannya.