Minggu, 14 November 2010

IV.1 TERJEMAHAN DALAM BAHASA INDONESIA DARI TEKS RAJA PURANA PURA DALEM TUGU

Om Awighnamãstu.
Sebagai awal sembah sujud hamba kepada Paduka Bhatara junjungan kami, yaitu paduka Sang Hyang Pasupati, Sang Hyang Tripurusa, dan para Bhatara-bhatari semua, paduka sebagai penguasa tiga alam ini, yang telah meresap dalam Ongkara mantram. ONG namasiwaya sembah hamba, semoga diberkahi untuk menceritakan tentang keadaan dahulu kala. Semoga hamba tidak kena kutukan, tidak kena dosa dan tidak kena marah dari para Bhatara yang hamba sembah, semoga berhasil sesuai dengan tujuan, sebagai pengetahuan seluruh keturunan kami, mudah-mudahan menemukan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup. ONG dirgghayur nirwighna suka wreddhi nugrahakam.
Ada diceriterakan dalam lembaran sejarah, dahulu kala konon tentang Pulau Bali ini, bagaikan perahu di tengah lautan, kadang-kadang menyatu, kadang-kadang berpisah dengan Pulau Lombok. Mengapa demikian, karena pada dahulu kala hanya ada empat gunung di empat penjuru yang diciptakan oleh Hyang Pasupati dari puncak Gunung Mahameru yang ditempatkan : di bagian timur Gunung Lempuyang, di bagian selatan Gunung Andakasa, di bagian barat Gunung Watukaru dan di utara Gunung Beratan, hal ini dirasakan sangat ringan oleh Hyang Haribhawana sehingga bumi ini masih goyang. Hal ini kemudian menyebabkan timbul niat Hyang Pasupati untuk memotong Gunung Semeru karena merasa kasihan melihat Pulau Bali dan Lombok. Akhirnya dipotong gunung tersebut, dan dengan segera diturunkan di Pulau Bali dan Lombok. Puncaknya ditempatkan di Bali, sedangkan bagian tengahnya ditempatkan di Lombok. Oleh Bhatara Pasupati diperintahkan si Bhadawangnala sebagai dasar bumi ini. Gunung ini kemudian dikenal dengan nama gunung Tolangkir (Gunung Agung) di Bali dan Gunung Rinjani di pulau Lombok.

Lama-kelamaan meletuslah gunung Agung, keluar (lahir) Bhatara Putrajaya berikut adiknya Bhatari Dewi Danuh dan Bhatara Ghnijaya. Ketiganya telah menuju ke perhyangan masing-masing. Bhatara Putrajaya turun di Besakih dan berganti nama menjadi Bhatara Mahadewa. Bhatari Dewi Danuh berperhyangan di Gunung Lebah, adapun Bhatara Ghnijaya berperhyangan di puncak Gunung Lempuyang.
Dahulu kala ketika akan berangkat ketiga beliau itu diperintahkan oleh Bhatara Pasupati, sabda Bhatara Pasupati, pada ketiga putera beliau, “Hai anak-anakku Putrajaya, Ni Danuh dan Ghnijaya, tidak ada hal lain lagi perintahku kepadamu anak-anakku, sekarang kalian turun ke Bali karena sangat sepi dan kosong. Kalian juga yang berjodoh untuk menjadi penghulu Bali yang akan disembah oleh orang-orang Bali semuanya,” demikian sabda Sang Hyang Pasupati. Berdatang sembah bhatara tiga bersaudara, “Hormat hamba pada paduka bhatara, karena anakda masih kanak-kanak, tidak mengetahui jalannya, maafkanlan bukannya karena durhaka berani menolak sabda bhatara.” Bersabda pula Bhatara Pasupati, “Janganlah bersedih dan bimbang anakku, aku memberitahu sebagai jalanmu anak-anakku untuk segera disembah dan diabdi di Bali sebagai puteraku.” Setelah itu disembunyikan/ dirahasiakan bhatara ketiganya, dengan / di dalam kelungah nyuh gading (kelapa muda kelapa gading) oleh Bhatara Pasupati, seraya direstui agar berwujud dalam filsafat pengetahuan utama. Demikianlah kisah kelahiran Bhatara Tiga di Bali dahulu kala. Tidak diceriterakan lagi hal itu.
Postingan dengan kode judul IV.1 seperti tercantum diatas, mengawali postingan Terjemahan Dalam Bahasa Indonesia Dari Teks Raja Purana Pura Dalem Tugu. Postingan ini merupakan bagian Manggala dari struktur isi Raja Purana Pura Dalem Tugu yang dilanjutkan dengan uraian tentang keadaan Pulau Bali dizaman dahulu kala yang bersumber dari mitologi tentang kisah keberadaan Gunung Agung dan kemunculan Bhatara Tiga di Bali, yaitu Bhatara Putrajaya (Bhatara Mhadewa), Bhatari Dewi Danuh dan Bhatara Ghnijaya.
Postingan berikutnya yang akan menyusul memakai judul yang sama tetapi dengan kode judul IV.2. Terimakasih atas kunjungan Anda di Blog-ku ini. Sampai jumpa pada bostingan berikut.
Technorati Tags:

Denpasar, 14 Nopember 2010
P  e  n  u  l  i  s,

I Made Pageh Suardhana

1 komentar: